MEWASPADAI ALIRAN-ALIRAN SESAT
oleh : Yusuf Hasyim, S.Ag, M.S.I.
Perbedaan tafsir terhadap ajaran Islam tidak bisa dielakkan, karena manusia senantiasa berdialektika dengan ruang dan waktu. Perbedaan cara pandang umat Islam ini merupakan salah satu faktor penyebab lahirnya kelompok-kelompok dalam ilmu kalam seperti Mu’tazilah, Syi’ah, Sunni, Khawarij, dsb yang berbeda satu sama lain.
Di Indonesia agama memegang
peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan di dalam
ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.[1] Di tahun 1998,
kira-kira 88% dari 222 juta penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5% Protestan, 3% Katholik, 2% Hindu, 1% Buddha, dan 1% kepercayaan
lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa "tiap-tiap penduduk diberikan
kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya" dan
"menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau
kepercayaannya". Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui
enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Kebebasan yang diberikan oleh pemerintah untuk memilih agama dan
kepercayaan yang diyakininya, seringkali dipahami sebagai suatu kebebasan
mutlak dan menjadi Hak Asasi setiap warga Negara. Hal ini memicu kesempatan
untuk menafsirkan ajaran-ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan yang mereka
yakini kebenarannya, meskipun dalam pandangan masyarakat umum ajaran dan
kepercayaan mereka dipandang sesat atau menyimpang dari ajaran agama
sebenarnya.
Kriteria
Aliran Sesat
Maraknya aliran-aliran baru yang berbeda dengan keyakinan
mayoritas, memaksa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberikan sejumlah
kriteria tentang sesat dan tidaknya sebuah aliran tertentu. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) telah mengeluarkan 10 kriteria aliran sesat. Apabila ada satu
ajaran yang terindikasi punya salah satu dari kesepuluh kritera itu, bisa
dijadikan dasar untuk masuk ke dalam kelompok aliran sesat, yaitu :
1.
Mengingkari rukun iman dan rukun Islam
2.
Meyakini dan atau mengikuti akidah yang tidak sesuai
dalil syar`i (Alquran dan as-sunah),
3.
Meyakini turunnya wahyu setelah Alquran
4.
Mengingkari otentisitas dan atau kebenaran isi Alquran
5.
Melakukan penafsiran Alquran yang tidak berdasarkan
kaidah tafsir
6.
Mengingkari kedudukan hadis Nabi sebagai sumber ajaran
Islam
7.
Melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan rasul
8.
Mengingkari Nabi Muhammad SAW sebagai nabi dan rasul
terakhir
9.
Mengubah pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan syariah
10.
Mengkafirkan sesama Muslim tanpa dalil syar'i
Kesepuluh kriteria versi MUI ini
sebenarnya bukan hal yang asing lagi. Sebab sejak dahulu para ulama sudah
berijma' tentang kafirnya orang yang melakukan atau meyakini suatu paham,
seperti yang terdapat dalan kesepuluh prinsip ini.Bahkan kitab-kitab aqidah
yang kita miliki umumnya bukan sekedar memvonis sesat, bahkan sampai kepada
vonis kafir dan murtad dari ajaran Islam.
Sejak 1989, MUI
telah mengeluarkan keputusan adanya aliran yang dianggap menyesatkan antara lain Islam Jamaah, Ahmadiyah, Ikrar Sunah, Qur'an Suci, Sholat Dua
Bahasa, Al Qiyadah dan Lia
Eden. Selain aliran yang bergerak di level nasional, , masih banyak yang
bergerak di tingkat lokal.
Belakangan ini muncul aliran sesat
baru, yakni aliran Al Qiyadah Al Islamiyah. Ketua Komisi Fatwa MUI Ma'ruf Amin
menjelaskan bahwa Al Qiyadah dianggap
menyesatkan karena telah menyimpang dari paham yang sudah disepakati oleh
seluruh ulama.
Aliran (Islam) sesat ini dinilai melenceng dari Islam karena beberapa hal:
Aliran (Islam) sesat ini dinilai melenceng dari Islam karena beberapa hal:
1.
Adanya pengakuan si ‘pendiri’ aliran, bahwa dirinya
adalah Nabi dan Rasul.
2.
Tidak mengakui Rasululloh SAW sebagai Nabi dan Rasul
terakhir (dalam syahadat mereka, tidak mengikutsertakan nama Rasululloh SAW).
3.
Tidak perlu menjalankan rukun Islam
4.
Tidak perlu sholat 5 waktu
Menurut ajaran
Islam, tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Penyimpangan aliran, berbeda dengan perbedaan pendapat (Ikhtilaf). MUI sendiri telah menyatakan bahwa aliran ini sesat serta
sudah meminta pihak kepolisian menindak tegas aliran ini. Anehnya, pihak
kepolisian nampak lambat menangani kasus ini, terbukti dengan digelarnya
kegiatan aliran sesat ini di sebuah hotel di kawasan Jakarta Pusat.
Meski dinilai lambat, pihak kepolisian
tetap menjalankan tugasnya. Mereka menangkap beberapa pengikut aliran ini yang
sedang menyebarkan aliran ini ke masyarakat sekitar. Dalam pengakuannya, mereka
menyatakan bahwa aliran ini adalah Islam yg sesungguhnya. Bahkan mereka
menyatakan bahwa mereka sholat hanya sesuai sholatnya Rasululloh SAW yakni
qiyamul lail. Mereka tidak mendirikan sholat wajib, melainkan lebih memilih
qiyamul lail yg hukumnya sunnah
Dari beberapa ulama yg dimintai pendapatnya menyatakan
bahwa mereka sudah jelas MURTAD alias keluar dari Islam. Para ulama bahkan ada
yg lebih ekstrim lagi, mereka menyatakan agar aliran itu membuat agama baru,
tidak mendompleng Islam. Hal ini dikarenakan Islam sudah jelas aturannya.
Diantara aliran-aliran sesat ini ada
yang menyatakan diri sebagai nabi dan menyebarkan aliran ini karena didasarkan
pada peristiwa MIMPI sebanyak 6 kali yang dialaminya. Para pengikut aliran ini seringkali
bukan orang-orang yang terbelakang atau bodoh, justru banyak diantara mereka
adalah orang-orang yang berpendidikan dan modern. Tapi mengapa mereka memilih
aliran sesat ini? Jawabannya adalah mereka merasa ‘terbelenggu’ dengan aturan
dan kewajiban yg mesti mereka lakukan di Islam. Sebagai contoh, mereka tidak
mau sholat 5 waktu tapi lebih memilih qiyamul lail. Dengan kata lain, mereka
memilih hawa nafsu mereka dan tidak mau ‘bercape-cape’ dalam menjalankan
syariat. Justru mereka malah berani menyuruh MUI dan umat Islam lain untuk
bertobat dan ikut aliran ini.
Apabila yang diajarkan oleh suatu
aliran memang sesat dan menyesatkan, lalu didiamkan saja, maka dampak
negatifnya akan lebih besar lagi dan efek merusakannya akan jauh lebih dahsyat.
Anggaplah sebuah aliran sesat terdiri dari 1 juta orang, lalu aliran ini
menyebarkan ajaran sesatnya secara bebas kepada umat Islam yang jumlahnya
sampai 200 juta orang di negeri ini, maka korbannya adalah 200 juta umat itu. Logika
sederhananya, lebih baik mengorbankan yang 1 juta dari pada mengorbankan yang
200 juta.
Dan sebenarnya ketika dikeluarkan vonis
sesat, mereka sebenarnya tidak jadi korban. Karena vonis sesat itu tujuannya
bukan semata-mata membutuh karakter atau menghalangi kegiatan suatu aliran dari
penyebarannya, tetapi justru untuk mengarahkan agar tidak keliru dan salah
jalan bagi aliran itu sendiri. Aliran-aliran sesat tersebut memiliki pengikut
yang cenderung bersikap ekstrim, tertutup, dan berpenampilan ekslusif dari
masyarakat pada umumnya. Ada beberapa Tanda-Tanda
Ekstremitas Dalam Beragama yang perlu diwaspadai antara lain :
1.
Ta’ashub (fanatisme buta) pd satu pendapat dan menyalahkan
pendapat yg berbeda dengannya walaupun pendapat yg lain itu terdapat dalil yg
kuat.Hal ini misalnya dg
menuduh fasik dan durhaka kepada orang yg berbeda pendapat dengannya. Yg sangat
mengherankan adalah diantara mereka hanya menerima ijtihad bagi dirinya dan
kelompoknya dlm masalah-masalah yg sangat pelik dan rumit istinbath hukumnya,
tetapi menolak ijtihad para ulama spesialis baik perorangan maupun kelompok
untuk berijtihad berbeda dg pendpt mereka tsb. Seolah-olah mereka berkata pada
anda : “Hakku untuk berbicara dan berpendpt dan kewajibanmu hanyalah
mendengarkan dan taat. Pendapatku benar dan tdk pernah salah sementara pendptmu
salah dan tdk pernah benar.”Yg lbh berbahaya lagi jk sikap ini diikuti dg
membawa tongkat pemukul, yg bukan terbuat dr besi atau kayu melainkan berupa
tuduhan seperti bid’ah , kufur, sesat, dsb.
2.
Mewajibkan kepada manusia sesuatu yg tdk diwajibkan ALLAH
SWT atas mereka. Tidak ada
larangan bagi seseorang untuk mewajibkan untuk dirinya ttg suatu pendapat
sepanjang bedasarkan dalil, tetapi syariat tdk dpt menerima jika ia lalu
mewajibkannya juga kepada orang lain, karena kemampuan dan keinginan ummat berbeda2,
bukankah ALLAH SWT berfirman ttg sifat Nabi SAW : “...menghalalkan segala
yg baik bagi mereka mengharamkan segala yg buruk, serta membuang beban2 berat
dan melepaskan belenggu yg ada pd diri mereka.” (QS
al-A’raaf:157)Termasuk dlm hal ini adalah juga mengkafirkan hanya karena mereka
berbeda dlm hal2 yg masih diperselisihkan dan memungkinkan terjadinya perbedaan
dlm penafsiran dan istinbath hukumnya.
3.
Selalu memperberat saat ada kesempatan untuk memilih.Seperti memperlakukan negara bukan Islam sebagai
negara Islam, atau memperlakukan aturan Islam secara ketat bagi semua kaum
muslimin tanpa melihat tingkat keimanan dan pengetahuan mereka ttg Islam.
Hendaknya pendekatan fiqh dakwah digunakan saat mensikapi dan menyampaikan
dakwah, yaitu memusatkan pd hal2 yg ‘ushul’ (pokok, dasar) dlm agama, dan
pendekatan fiqh dakwah ini merupakan ketetapan sunnah Nabi SAW, sebagaimana
pesan Nabi SAW saat mengutus Mu’adz untuk berdakwah ke Yaman (HR Bukhari
Muslim).Seperti sikap bersikeras melarang duduk di atas kursi dg alasan hal tsb
bukan sunnah Nabi SAW, melarang wanita berbicara dlm diskusi karena takut
terkena fitnah, melarang menggunakan celana karena merupakan cara orang Barat,
mewajibkan memakai gamis, dsb.
4.
Mudah memvonis dan mengkafirkan. Padahal ALLAH SWT menyebutkan dlm al-Qur’an : “Serulah
manusia kepada jalan RABB-mu dg hikmah dan pelajaran yg baik. Dan bantahlah
mereka dg cara yg lebih baik.” (QS an-Nahl:125). Dlm ayat yg lain
disebutkan : “Maka karena rahmat ALLAH kepadamu maka kamu bersikap
lemah-lembut kepada mereka, dan jika sekiranya kamu bersikap keras dan berhati
kasar maka mereka akan lari dr sekelilingmu.” (QS
ali-Imran:153).Bahkan kepada Fir’aun saja untuk dakwah pertamanya ALLAH SWT
memerintahkan Musa as untk bersikap lembut : “Pergilah kamu berdua kepada
Fir’aun sesungguhnya ia telah durhaka. Bicaralah kamu berdua kepadanya dg
lembut, mudah2 an ia menjadi ingat dan takut.” (QS Thaha:43-44)
Barulah setelah Fir’aun menolak dan mengabaikan dakwah, maka Musa as mendoakan
kecelakaan untuknya.
5.
Buruk sangka (su’uzhan) kepada para Ulama Islam. Yaitu memandang mereka selalu dg kacamata
hitam, selalu menyembunyikan kebenaran dan kebaikan mereka dan membesar2 kan
keburukan dan kesalahan mereka. Mereka menganggap kesalahan kecil dlm masalah
ijtihad sekalipun sebagai sebuah dosa besar dan menabuh genderang perang thd
pelakunya.Jika ada sebuah fatwa yg mengandung 2 kemungkinan yaitu kebaikan dan
keburukan, maka mereka serta-merta mengambil sisi buruknya, hal ini sangat
berbeda dg sikap salafus-shalih yg selalu berkata : “Sungguh aku selalu
mencarikan alasan pembenaran bagi pendapat saudaraku sampai 70 kali, setelah
itu akupun masih berkata : Mungkin masih ada alasan lain yg blm kuketahui..” Nabi
SAW bersabda : “Jika kalian mendengar seorang menyatakan : Manusia lainnya
telah celaka, maka org itulah yg paling celakan diantara mereka.” (HR
Muslim)
6.
Bahaya pengkafiran.Akumulasi dr ekstremitas mencapai puncaknya jk seorg sdh
bermain dg label pengkafiran. Sikap inilah yg telah membinasakan kaum Khawarij,
sekalipun mrk adalah kaum plg hebat dlm pelaksanaan berbagai ibadah dlm sejarah
Islam, tetapi mereka celaka karena tlh terjerumus kepd jurang pengkafiran kepd
ummat Islam yg lain bahkan pd para ulama ummat seperti khalifah Ali ra.Kelompok
ini karena kerendahan ilmunya tdk mengetahui bgm kemarahan Rasul SAW yg
luarbiasa thd anak dr anak angkatnya yg plg disayanginya yaitu Usamah bin Zaid
ra, ketika mendengar Usamah membunuh seorg kafir yg tlh mengucapkan syahadah
saat terdesak dlm peperangan. Walaupun Usamah ra telah memberikan argumentasi :
“Wahai RasuluLLAH ia hanya mengucapkan itu karena takut dg pedang.” Maka
jawab Nabi SAW : “Mengapa tdk engkau belah dadanya (jika bisa mengetahui
isi hatinya)?” Maka jawab Usamah ra : “Ya RasuluLLAH, mohonkan ampun
bagi saya.” Maka jawab Nabi SAW : “Apakah yg akan engkau perbuat
jk nanti di hari Kiamat berhadapan dg La ilaha illaLLAH??” Selanjutnya
kata Usamah ra : “Tdk henti2nya Nabi SAW mengulang2 pertanyaannya itu,
sampai aku menginginkan alangkah inginnya jk saat itu aku baru masuk Islam
karena takutnya.” WaliLLAHil hamdu wal minah...
Agama merupakan sebuah entitas nilai yang berada dalam jalur
keyakinan seseorang atau kelompok. Hal ini terkadang menimbulkan sikap fanatisme kebenaran dan primordialisme
agama. Tidak sedikit orang atau kelompok yang menganggap keyakinannya yang
paling benar dalam memahami agama dan bahkan siap mengorbankan nyawa sekalipun
demi mempertahankan keyakinannya. Memang semua agama lahir dengan membawa
"klaim kebenaran" (truth-claim) baik secara eksplisit ataupun
eksplisit, meskipun demikian setiap agama telah memiliki kriteria-kriteria
kebenaran yang diakui secara umum oleh ummatnya. Oleh sebab itu ketika ada
seseorang atau kelompok agama atau kepercayaan tertentu yang keluar atau
menyimpang dari kriteria-kriteria umum bisa dikategorikan sebagai aliran yang
harus diwaspadai kebenarannya, bahkan bisa jadi justru aliran ini menyesatkan.
Wallahu a'lamu
bishawwab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar