Sabtu, 02 April 2011

Membangun Generasi Khoiro Ummah

MEMBANGUN GENERASI KHOIRA UMMAH
Yusuf Hasyim, S.Ag, M.S.I
(artikel ini telah dimuat di kolom jum’atan harian Suara Merdeka, Jum’at 1 April 2011)
Akhir-akhir ini kita merasa prihatin, melihat tayangan televisi dan berita di media massa bahwa semakin banyaknya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh generasi-generasi muda atau para remaja. Beberapa contoh yang bisa diambil adalah meningkatnya  angka kriminalitas, tawuran antar pelajar, miras, narkoba, perilaku free sex remaja, traficcking gadis belia, dan masih banyak kasus lainnya.

Kondisi ini semakin memperkuat asumsi bahwa dewasa ini telah terjadi degradasi moral generasi muda yang luar biasa, yang dalam istilah Alqur’an disebut sebagai generasi dzurriyatan dhi’afan  yaitu suatu generasi yang lemah iman, ekonomi, fisik, mental, serta menjadi beban hidup orang lain.
Dalam pengamatan penulis, banyak faktor yang turut berperan terhadap kondisi ini, antara lain; Pertama,  lemahnya perhatian orang tua terhadap perkembangan kebutuhan fisik dan psikis anak. Hal ini bisa disebabkan karena terjadinya ketidakharmonisan keluarga (broken home), orang tua sibuk kerja, sikap acuh tak acuh terhadap perkembangan anaknya, dan lemahnya kontrol dari para orang tua, terbukti kurangnya pendampingan pada saat menonton TV, main game, internet, dan aktivitas harian lainnya.
Kedua, pengaruh media dan lingkungan. Kemajuan teknologi yang begitu pesat, yang tidak disertai kontrol budaya yang beradab turut menjerumuskan generasi muda pada hal-hal yang negatif. Banyak informasi dan tayangan-tayangan yang negatif mudah diakses oleh kawula muda yang sebenarnya bukan konsumsi generasi muda. Praktik pornografi, pornoaksi yang sudah terang-terangan hingga di tempat umum,merebaknya tempat-tempat maksiat berkedok  karaoke, cafe, serta munculnya fenomena baru game porno tiga dimensi, dimana dalam game tersebut, anak-anak yang masih hijau dengan masalah seks, dicekoki dengan adegan mesum yang dimainkan oleh tokoh-tokoh tiga dimensi, dan perilku asusila lainnya semakin memperparah moral generasi muda.
Ketiga, pengaruh negatif dari arus globalisasi. Pengaruh budaya pengagungan materi secara berlebihan (materialistik), pemisahan kehidupan duniawi dari supremasi agama (sekularistik), dan pemujaan kesenangan indera mengejar kenikmatan badani (hedonistik) yang telah menggejala di masyarakat muslim juga memiliki andil kuat terhadap munculnya berbagai bentuk Kriminalitas, Sadisme, Krisis moral secara meluas yang jauh dari nilai-nilai dan tradisi budaya luhur yang santun dan beradab.
Keempat, dangkalnya pengetahuan agama dan hilangnya tokoh panutan, berkembangnya kejahatan orang tua, luputnya tanggung jawab institusi lingkungan masyarakat, impotensi dikalangan pemangku adat, hilangnya wibawa ulama, bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi lembaga bisnis, dan profesi guru seringkali dilecehkan.

Pentingnya Character Building
Pendidikan di Indonesia banyak dikritik belum mampu membangun karakter (caracter building) peserta didik menjadi pribadi yang unggul dan berbudi pekerti luhur (akhlaqul karimah). Pendidikan masih sekedar melakukan proses transformasi pengetahuan (transfer of knowledge) yang kering dari nilai-nilai budi pekerti dan belum banyak mengarah pada tranforfasi nilai-nilai budi pekerti (transfer of value).
Ironisnya, kondisi ini juga telah menjalar pada lembaga pendidikan Islam (madrasah) sebagai basis pendidikan agama. Dewasa ini kita masih sering menjumpai perilaku dan karakteristik peserta didik yang kurang menunjukkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi pendidikan Agama Islam itu sendiri, disebabkan oleh lemahnya implementasi nilai-nilai agama dan budi pekerti yang diajarkan melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Idealnya, ciri khas madrasah bukan hanya sekedar menyajikan mata pelajaran agama Islam di dalam kurikulumnya saja, tetapi yang lebih penting adalah mengimplementasikan perwujudan dari nilai-nilai keislaman didalam totalitas kehidupan peserta didik di madrasah maupun di luar madrasah melalui berbagai pembiasaan perilaku Islami.
Pengaruh limbah budaya barat yang selalu bertalian dengan berbagai bentuk dan  gaya hidup modern, konsumeristis, rakus, boros, cinta mode, pergaulan bebas (free-sex), ittiba’ syahawat, kebebasan salah kaprah yang jauh dari kawalan agama dan adat luhur telah melahirkan generasi yang tidak punya kepribadian utuh.
Pada dasarnya metode Pendidikan Islam sangat efektif dalam membina kepribadian anak didik dan memotivasi mereka sehingga aplikasi metode pendidikan memungkinkan dapat membuka hati manusia untuk menerima petunjuk Ilahi dan konsep-konsep peradaban Islam.
Abudurrohman An-Nahlawi dalam bukunya yang diterjemahkan oleh Drs. Syihabuddin (1995; 204) menawarkan beberapa metode yang dianggap paling penting dalam membangun generasi khoira ummah, diantaranya menggunakan metode dialog Qur’ani dan Nabawi, Metode mendidik melalui kisah-kisah Qur’ani dan Nabawi, metode mendidik melalui perumpamaan Qur’ani dan Nabawi, metode mendidik melalui keteladanan, metode mendidik melalui aplikasi dan pengamalan, metode mendidik melalui ibrah dan nasehat, metode mendidik targhib dan tarhib.

Krisis  Uswatun Hasanah
Salah satu hal yang penting dilakukan oleh semua pihak dalam membangun generasi khoira ummah adalah adanya uswatun hasanah atau keteladanan.  Dewasa ini kita mengalami krisis keteladanan, baik di lingkungan keluarga, pendidikan, masyarakat, maupun pejabat dan pemimpin-peminpin bangsa.
Krisis uswatun hasanah yang dialami bangsa Indonesia, menjadi sumbu pemicu bagi pertahanan moralitas bangsa yang sewaktu-waktu akan menjadi bom waktu peradaban bangsa. Nilai-nilai budi pekerti yang telah diajarkan dan ditanamkan dengan susah payah oleh dunia pendidikan, dengan serta merta dibantahkan oleh perilaku-perilaku masyarakat dan pemimpin negeri yang tidak mencerminkan akhlaqul karimah.
Kesuritauladanan yang baik (uswatun hasanah) terhadap generasi muda sangat penting dan harus segera dibudayakan kembali dalam masyarakat kita. Mulai dari keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh artis, dunia pendidikan, hingga para pemimpin bangsa harus proaktif andil bagian dalam hal ini.
Oleh karena itu masyarakat juga memiliki tanggung jawab secara sosial terhadap masa depan generasi muda kita. Diantara upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan penanaman nilai-nilai agama sejak dini baik melalui pendidikan formal di madrasah, pondok pesantren maupun pendidikan non formal seperti Taman Pendidikan Alqur’an, Madrasah Diniyah, Majlis Ta’lim, dan sebagainya, serta membangun tradisi keteladanan (uswatun hasanah) dalam setiap aktivitas keseharian.
Hal yang tidak kalah penting juga dilakukan oleh para orang tua adalah senantiasa memberikan perhatian yang penuh pada setiap aktivitas anak-anaknya, termasuk selektif dalam memilihkan informasi dan teknologi, senantiasa mengontrol buah hatinya untuk tidak salah dalam memilih komunitas (teman bergaul), turut menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan jasmani dan rohani remaja ke arah yang lebih baik, memberikan informasi yang konstruktif, membimbingnya dan memberikan pemahaman keagamaan sesuai dengan pertumbuhan kejiwaan sejak dini, sehingga tercipta generasi remaja mengetahui tanggungjawabnya sebagai abdi (hamba) dan juga sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Untuk membangun masyarakat yang berperadaban tidak hanya menjadi tanggung jawab orang tua, guru, kyai, ulama saja, tetapi ormas-ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, GP. Ansor, Fatayat, IPNU-IPPNU juga memiliki peran yang sangat strategis dalam melakukan kontrol sosial dan pembinaan generasi muslim, melalui berbagai aktivitas sosial keagamaan turut berperan dalam menciptakan lingkungan masyarakat yang khoiro ummah.
Pada dasarnya seluruh manusia itu dilahirkan dalam keadaan fitri (suci). Tidak ada manusia yang dilahirkan untuk dipersiapkan menjadi teroris, perampok, preman, pembunuh, koruptor, atau penjahat-penjahat lainnya. Demikian juga dengan generasi muda, baik atau buruk akhlak mereka sangat bergantung pada bagaimana dididik dan dibesarkan dalam lingkungannya. Baik itu lingkungan keluarga, sekolah, komunitas, hingga lingkungan sosial masyarakat.
Betapa besarnya pengaruh generasi muda terhadap maju-mundurnya sebuah bangsa, kualitas generasi muda sangat berpengaruh terhadap kualitas sebuah bangsa. Manakala generasi mudanya tidak bermoral, maka akan menghancurkan peradaban suatu bangsa. Demikian juga sebaliknya, apabila generasi mudanya maju, berkualitas, berakhlaqul karimah, maka akan tercipta bangsa yang baldatun toyyibatun wa rabbun ghafuur.
Generasi Khoira Ummah masa depan yang diharapkan di era globalisasi ini adalah generasi  yang lahir dengan budaya luhur (tamaddun), dijiwai oleh nilai-nilai tauhid yang kokoh, kreatif dan dinamik, memiliki wawasan ilmu yang tinggi, berbudi pekerti luhur. Dengan kata lain adalah generasi ulama yang intelek dan intelektual yang ‘alim.
*Penulis adalah Tim Aswaja Center PCNU Pati dan Ketua MWCNU Winong Kab. Pati.



Tidak ada komentar: