Jumat, 05 April 2013

PROFESIONALISME GURU Tuntutan Paradigma Baru Pendidikan



PROFESIONALISME GURU
Tuntutan Paradigma Baru Pendidikan
Oleh : Yusuf Hasyim, S.Ag µ

Peran dan tugas guru merupakan salah satu faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, oleh karena itu keberadaan dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting. Pendidikan di abad pengetahuan menuntut  adanya manajemen pendidikan modern dan professional dengan bernuansa pendidikan.
Secara factual masih banyak kita jumpai tenaga pendidik yang Miss-match and Underqualified, khususnya di lembaga-lembaga pendidikan Islam (madrasah) atau sekolah-sekolah swasta ditambah lagi dengan segudang problem pendidikan yang tidak
sedikit, mulai dari keterbatasan anggaran, sarana & prasarana pendidikan, masalah ekonomi, serta sulitnya memacu minat belajar siswa yang telah tererosi oleh budaya globalisasi dan modernisasi. Kurangnya profesionalisme guru dalam memberikan pelayanan pendidikan juga harus diakui sebagai faktor penting bagi keberhasilan pendidikan.


Pengembangan Profesionalisme Guru
Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, social, emosional dan ketrampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai professional.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki ketrampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Untuk menjadi guru yang memiliki atribut professional yang tinggi seorang guru dituntut untuk memiliki cirri lima hal :
1.      Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya,
2.      Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa,
3.      Guru bertanggungjawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi,
4.      Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya,
5.      Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang professional dipersyaratkan sebagai berikut :
1.      Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21,
2.      Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia,
3.      Pengembangan kemampuan professional berkesinambungan antara LPTK dengan praktik pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
Dengan adanya persyaratan  profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang professional di abad 21, yaitu :
1.      Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
2.      Penguasaan ilmu yang kuat
3.      Ketrampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
4.      Pengembangan profesi secara berkesinambungan .
Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang professional.
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu  sebagai fasilitator, motivator, informatory, komunikator, transformator, change agent, innovator, konselor, evaluator dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Akadun (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah. Selain dua masalah tersebut, faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain:
1)      masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada.
2)      rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan
3)      pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan
4)      masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru
5)      belum adanya standar baku professional guru sebagaimana tuntutan di Negara-negara maju
6)      kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi.
7)      masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.

Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi, misalnya program penyetaraan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi.
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus.  Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, factor yang paling penting agar guru-guru dapat menigkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di Negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan professional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman colonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua berubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dll.
Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat, dan faktor eksternal yang berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.
Profesionalisme guru akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu  sebagai fasilitator, motivator, informatory, komunikator, transformator, change agent, innovator, konselor, evaluator dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000).
Oleh karena itu, upaya peningkatan profesionalisme guru sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya dengan kurikulum itu sendiri. Mungkin seorang guru yang professional akan mampu mengembangkan silabus, metode, dan materi pembelajaran walau hanya dengan kurikulum yang sederhana.
         



µ Peneliti  Manajemen & Kebijakan Pendidikan.




Tidak ada komentar: