Jumat, 20 April 2012

PEMIKIRAN DAN ALAM PEMBAHARUAN MODERNISASI ISLAM



PEMIKIRAN DAN ALAM PEMBAHARUAN
MODERNISASI ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
            Sejarah modern Arab tidak dimulai hingga munculnya dinasti Muwahhidun (yang bertauhid) pada pertengahan abad ke-18. kelompok ini mengusung gerakan pembaharuan puritan yang didirikan oleh seorang Nejed dari suku ‘Uyainah bernama Muhammad ibn Abd al Wahab (w. 1792). Setelah mengembara di Hijaz, Irak dan Suriah Ibn Abd al Wahhab pulang ke tanah air dengan menanamkan pemikiran bahwa Islam, seperti yang dipraktekkan oleh umat pada zaman itu, telah mengalami penyimpangan besar-besaran dari praktik ortodok dan teori yang diajarkan oleh Nabi dan Al Qur an. Kemudian dia menetapkan diri untuk memurnikan ajaran Islam , dan menyelamatkannya ke dalam bentuk ajaran terdahulu yang ketat.[1]

Jelas, bahwa Ibn Abd Wahhab mendapatkan gagasannya dari ajaran Ibn Hanbal yang ditafsirkan oleh Ibn Taymiyah. Dan dia menjadikan Muhammad Ibn Su’ud (1765), yang kemudian menjadi pemimpin kecil kawasan Arab Tengah, menjadi sekutu dan menantunya. Persekutuan ini berhasil menyebarkan keyakinan agama, dan kekuasaan Ibn Su’ud dengan sangat cepat menyebar  ke seluruh Jazirah Arab. Pengikut Abd al Wahhab kemudian dikenal dengan nama golongan Wahabi, yang pengaruhnya terasa hingga di Sumatra dan Nigeria.[2]
Akan tetapi, setelah ditaklukkannya kekuasaan Islam di Spanyol oleh kolaborasi pasukan salib, maka sejak saat itu pula muncullah tekanan terhadap Negara-negara yang berideologi keislaman oleh Hegemoni Barat. Pada abad 19 dan awal abad 20 didorong oleh kebutuhan ekonomi industri terhadap bahan-bahan baku dan pemasarannya dan juga oleh kompetisi politik dan ekonomi satu sama lain, Negara-negara Eropa mulai melakukan ekspansi untuk menegakkan kerajaan teritorial dunia. Dan pada 20 awal abad kekuatan Eropa hampir menguasai seluruh Dunia Islam, kecuali kekuasan Dinasti Su’ud yang sudah berkuasa penuh di Jazirah Arab dengan kerajaan Saudi Arabia-nya.
            Akibatnya pada waktu itu masyarakat Islam hidup dalam keadaan yang tidak stabil serta tidak mapan baik dalam pelaksanaan keagamaan maupun dalam sistem kebudayaannya. Karena keperluan yang mendesak dan sangat urgen pada waktu itu adalah bagaimana mereka menggerakkan kekuatan yang ada agar terlepas dari dominasi penjajahan Bangsa Barat.[3]
                        Namun demikian, upaya untuk terus mempertahankan nilai-nilai agama dan kebudayaan Islam terus dipertahankan. Pemikiran-pemikiran baru mulai bermunculan yang di dalamnya mencoba untuk mengusung ide-ide pengadopsian metode baru yang di bawa oleh penjajah Eropa tanpa harus kehilangan identitas dan kepercayaan diri. Para alumni sekolah-sekolah Eropa mulai mengepresikan ide-ide mereka melalui media massa, seperti surat kabar dan jurnal. Ide-ide mereka yang dominan adalah melakukan reformasi terhadap hukum Islam, membentuk baris baru yang independen, persamaan hak kewarganegaraan  dan nasionalisme. Meskipun persoalan mendasar pada waktu itu (dan kini) adalah keterbelakangan umat Islam terutama menyangkut kemampuan IPTEK sebagai alat penting untuk mempertahankan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tanpa harus mengesampingkan agama, politik, ekonomi dan budaya masih menjadi kendala. Namun hal itu tidak menjadikan ide pemikiran dan pembaharuan Islam menjadi surut. Bahkan hal itu kemudian dijadikan sebagai landasan dan ladang amal bagi para ulama dan cendikiawan muslim, untuk terus mengembangkan teknologi yang berbasis keislaman.[4]

B. Rumusan Masalah
            Berawal dari pemikiran diatas, maka dalam makalah ini ajakan diuraikan beberapa poin tentang Pembaharuan Pemikiran Islam, yang bewrtujuan untuk mereflesikan dan merekontruksi perilaku dan pengamalan ajaran Islam di dalam usaha untuk mempertahankan ideology ajaran Islam yang Mulia. Semua pembaharuan itu dirumuskan dalam rumusan senagai berikut:
  1. Apakah yang melatar belakangi munculnya gerakan modernisasi Pembaharuan Pemikiran Islam?
  2. Apa sajakah aspek–aspek yang disentuh dalam gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam ?
  3. Bagaimana pengaruh pemikiran dan pembaharuan di dunia Islam?

C. Kajian Pustaka
Kajian tentang Pembaharuan Pemikiran dan Modernisasi Islam sudah banyak dilakukan oleh para pakar cendikiawan Muslim , diantaranya adalah yang dilakukan oleh Harun Nasution , Hasbi ash Shiddiqy, M. Arkoun bahkan oleh para orientasi seperti Phillip K. Hitti, Stoddard dan sebagainya . Dari beberapa kajian yang telah mereka lakukan penulis mnecoba untuk lebih memaparkan tentang aspek –aspek yang menjadi garapan para pemikir dan pembaharu Islam dalam usahanya untik membangkitkan dan membangun kembali kejayaan Islam.
      Selain itu penulis mencoba untuk mengetengahkan pula beberapa kendala yang muncul pda saat ide –ide pembaharuan diketengahkan . Tantangan yang muncul bukan hanya berasal dari kalangan non – Muslim , tetapi juga berasal dari kalangan Muslim itu sendiri yang merasa tidak siap dengan pembaharuan yang ditawarkan oleh mereka .


D. Metodologi
      Metode penulisan yang digunakan penuis pada makalah ini mencakup 3 hal  pokok yaitu :
  1. Pendekatan
Karena penulsan ini bersifat pemaparan peristiwa yang telah terjadi maka tentu pendekatan yang diambil adalah pendakatan secara histories atau berupa Telaah Histors terhadap berbagai peristiwa yang terkait dengan munculnya gerakan Pembaharuan dan Pemikiran Islam .
Selain itu penulis juga akan memaparkan sedikit tentang pengaruh ide –ide Pembaharuan Pemikiran Islam Dan ranah – ranah yang menjadi garapan mereka dalam usah untuk membangkitkan kembali kejayaan  Islam.
  1. Pengumpulan Data
Data-data yang penulis sajikan tentang masalah ini penulis ambil dari studi literature (studi pustaka), terhadap buku-buku yang penulis anggap bias untuk dijadikan sebagai sumber rujukan. Selain itu penulis juga akan mengetik dari berbagai juranal yang penulis ambil melalui media Internet.
  1. Tehnis Pembahasan
Tehnis pembahasan Makalah ini bersifat naratif deduktif, dimana penulis mencoba memaparkan beberapa fakta sejarah yang bersifat umum untuk kemudian dikerucutkan menjadi suatu konklusi khusus tentang pembaharuan pemikiran Islam.

E Sistematika Penulisan
                        Sistematika Penulisan makalah ini terdiri dari:
  1. Bab I Pendahuluan, yang meliputi:
a.      Latar Belakang masalah
b.      Rumusan Masalah
c.       Kajian Pustaka
d.      Metodologi, mencakup pembahasan:
i.        Pendekatan
ii. Pengumpulan Data
iii. Tekhnis Pembahasan
e.      Sistematika Penulisan
  1. Bab II Latar Belakang Pembaharuan Pemikiran Islam,meliputi:
a.      Kebangkitan Dunia Islam
b.      Sebab-sebab terjadinya Pembaharuan Pemikiran Islam, mencakup:
i.        Tumbuhnya Kesadaran berideologi
ii. Tumbuhnya Kesadaran di Bidang Politik dan ekonomi
iii. Menghidupkan Kembali Masjid sebagai Pusat Pembinaan Umat
  1. Bab III Aspek-aspek Pembaharuan dalam Pemikiran Islam, Meliputi:
a.      Bidang Keagamaan (theologi)
b.      Bidang Politik
c.       Bidang hokum dan HAM
d.      REkonstruksi Fungsi Akal
  1. Bab IV Pengaruh Pemikiran dan Pembaharuan di Dunia Islam
  2. Bab V Kesimpulan dan Penutup

BAB II
LATAR BELAKANG PEMBAHARUAN PEMIKIRAN ISLAM

A. Kebangkitan Dunia Islam
            Tidak lama setelah kedudukan Dunia Islam sampai pada titik terendah dan hina, pada awal abad XX timbul sengketa diantara Negara-negara Islam, sehingga pecahlah Perang Dunia I yang disusul dengan Perang Dunia II yang mengubah peta politik dunia pada waktu itu yang akhirnya cendenerung menguntungkan dunia Islam.
            Kedatangan Napoleon ke Mesir menjadi satu peristiwa penting yang menandai terbitnya zaman baru diberbagai bidang, yang sepenuhnya berbeda dengan masa lalu. Sambil membawa perlengkapan lain, penyerbu daru Perancis ini membawa mesin cetak berbahasa Arab yang ia rampas dari Vatikan ke Kairo. Dan mesin cetak ini merupakan mesin pertama yang dikenal di lembah sungai Nil, yang kemudian menyebabkan berkembangnya dunia percetakan di Mesir dengan sangat pesat sehingga didirikannya Matba’ah Bulaq (percetakan bulaq).[5]
            Kesempatan untuk bangkit dari keterpurukan ditandai dengan kemerdekaan yang tercapai oleh Negara-negara Islam silih berganti. Masa kedaulatan orang kulit putih telah berakhir disebabkan oleh kebudayaan mereka yang telah kehilangan  ruh. Mereka tidak lagi mempunyai konsepsi, dasr dan nilai yang dapat diberikan kepada kemanusiaan secara keseluruhan.
            Situasi ini dimanfaatkan oleh umat Islam untuk menoleh kembali kepada sejarah kejayaan mereka untuk menemukan identitas kembali setelah masa kegelapan sekaligus untuk mendapatkan bimbingan hidup dalam menghadapi keadaan dan persoalan yang serba sulit dan berat dalam dunia modern sekarang ini, untuk kembali kepada kejayaan terdahulu.[6]
                        Vitalitas baru di kalangan umat Islam ini juga membawa kebangkitan dalam arti religius diantara mereka. Umat berusaha untuk mengembalikan kemurnian ajaran agama Islam sebagai upaya untuk mendasari langkah-langkahpembaharuan sehingga hasilnya tetap mempunyai nilai-nilai yang dapat mernghiasi kemanusian secara utuh dan menyeluruh. Karena Islam memiliki ideology dan prinsip-prinsip tersendiri yang berhubungan dengan dogma, hokum, moral, cita hak dan kewajiban. Islam tidaklah bisa dibatasi oleh tempat, ras, kebangsaan atau warna kulit.[7]

B. Latar belakang Terjadinya Pembaharuan Pemikiran Islam
            Umat Islam pada waktu itu tampak sangat paradoks; di satu sisi menentang kemajuan Eropa, sementara di sisi lain menerima, dan mengadopsi ide-ide serta teknik-teknik Eropa. Kecakapan baru yang didapatkan dari Eropa digunakan untuk melawan Eropa. Dari sekian banyak gagasan baru yang diimpor dari Barat, nasionalisme dan demokrasi politik tak pelak lagi merupakan gagasan yang paling kuat menanamkan pengaruh. Guna menilai baik dan buruk, asli dan tidaknya sesuatu maka haruslah ditarik garis pemisah yang jelas antara yang murni dan yang tambahan. Sehingga dapat dibedakan antara yang satu dengan yang lainnya.[8]
                        Pembaharuan akan timbul apabila sesuatu yang telah ada sudah tidak dapat lagi bertahan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, menjawab aneka ragam tantangan akan kepentingan karena sudah dianggap usang oleh waktu. Kesadaran dan keinginan itu biasanya muncul pada kalangan yang telah banyak melihat dunia luar. Bagi mereka yang tidak pernah melihat dunia luar maka hal semacam itu akan dianggap aneh dan asing.
Mesir, pada akhir abad ke-19 menyediakan lahan yang cukup subur bagi tumbuhnya iklim intelektual dan perkembangan berbagai konsep berkat sebagian besar tulisan dan pidato pembaharu liberal; Muhammad Abduh (1849-1905) dan Jamal al Din al Afhany (1839-1897), kemudian diteruskan oleh Qasim Amin (w.1908) dan Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935). Beberapa hal yang menjadi latar belakang munculnya gerakan Pembaharuan dan Pemikiran Islam antara lain:
  1. Tumbuhnya kesadaran berideologi
Lenyapnya penjajahan dari sebagian besar Negara Islam bukan berarti lenyap pula penjajahan di bidang politik dan ideologi. Ia masih melekat dalam kalbu setiap insan yang mengagumi dunia Barat, kurang percaya terhadap apa yang mereka milki. Sehingga mereka beranggapan bahwa apa yang berasal dari dunia Barat pasti baik dan akan membawa kebahagiaan dan kemajuan umat. Penyakit ini oleh Abul Hasan Bani Sadr disebut dengan penyakit “westtomania”, yaitu penyakit yang muncul akibat proses Barat kepada dunia Islam (westoxican).[9]
Ada dua macam respon umat Islam terhadap penjajahan peradaban Barat, pertama adalah dengan bersikap menutup diri secara fanatik, apatis dan tetap berada dalam penghidupan Islam seperti di zaman awal Islam, sikap ini disebut dengan sikap zealotisme. Sikap kedua adalah sikap yang menerima dan membuka diri terhadap peradaban baru yang disertai dengan sikap selektif dan mawas diri. Sehingga bisa dipilah mana pengaruh baik yang bisa diambil dan mana pengaruh buruk yang harus dicampakkan.[10]
Termasuk dalam bidang pengamalan keagamaan, umat Islam akhirnya melihat  bahwa ideologi mereka adalah berada diatas segalanya. Karena Islam adalah proklamasi yang lengkap bagi kemerdekaan otak manusia dalam menghadapi alam kebendaan. Islam adalah pemberitahuan umum tentang kebebasan otak manusia dalam menghadapi alam kebendaan. Islam adalah pemberitahuan umum tentang kebebasan otak untuk bekerja dan menciptakan dalam daerah yang luas sebagai fungsi khalifah dalam diri manusia. Di bawah naugan Islam telah berkembang suatu kebudayaan yang dempurna, lengkap dengan alat dan cara berkembang menuju perbaikan dan kemajuan. Kesemuanya berjalan dalam batas-batas fitrah sehingga tidak bertentangan dengan wujud dan cirri-ciri pokok manusia yang berharga. Dalam bidang kebudayaan yang senantiasa bergerak maju dan dinamis, ditunjukkan adnya “cltural diversity” yaitu adanya kebhinekaan kebudayaan di berbagai kawasan dunia Islam. Warna warni budaya yang muncul karena perbedaan tempat, adat istiadat, dapat berkembang dengan dinamis dan terarah karena tetap dalam ikatan ruh dan spiritual ajaran-ajaran Islam yang luhur.[11]

  1. Kesadaran di bidang politik dan ekonomi
            Pada tahun 1945, berdirilah Liga Arab sebagai suatu organisasi kenegaraan pertama yang melibatkan 20 negara Islam Timur Tengah dan Afrika. Tujuan Liga Arab pada awalnya hanya untuk memeperkuat tali silaturahmi diantara Negara-negara anggota dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegatan kebudayaan saja. Akan tetapi kemudian berkembang hingga ke bidang politik, ekonomi, osial, budaya, milter,legal affair, kesehatan dan HAM.[12]
            Selanjutnya pada tahun 1962 berdirilah World Moslem League yang dikenal dengan nama Rabithah”Alam Islamy, yang lebih menitik beratkan kepada kegiatan-kegiatan di bidang edukatif, sosial dan dakwah. Organisasi ini kemudian mendirikan Pusat-pusat Studi keislaman (Islamic Centre) di berbagai tempat di dunia dan perwakilannya tersebut hingga keseluruh pelosok Negara.
            Meski tidak langsung bergerak di bidang poitik, namun Rabithah ‘Alam Islamy selalu mengadakan analisa politik tentang keadaan umat Islam dibeberapa Negara non muslim seperti Filippina, Somalia, India, Ethiopia, erithria dan sebagainya. Mereka bahkan mempunyai kantor-kantor perwakilan bidang politik di PBB dan organisasidunia lainnya.
            Di bidang ekonomi pada tahun 1970 berdirilah satu lembaga keuangan Islam yang dikenal dengan nama “Islamic foreign Minister Conference”, kemudian disusul dengan berdirinya Bank Pembangunan Islam atau Islamy lit Tanmiyah.[13]

  1. Menghidupkan Kembali Masjid sebagai Pusat Dakwah Pembinaan Umat
                        Setelah sekian lama Masjid hanya difungsikan sebagai tempat ibadah ritual dalam arti sempit dan hanya dikunjungi pada saat temporer saja , maka tempat yang sebenarnya menjadi tmpat paling strategis dalam Pembinaan Umat  Islam kembali difungsikan sebagaimana mestinya . Atas prakarsa Rabithah Alam Islamy ,diadakan suatu musyawarah dengan nama “Muktamar Ihyai Risalati Masjid “ yang dihadiri oleh para Imam Masjid besar Negara-negara Islam dan para cendikiawan  Muslim di seluruh dunia . Dalam muktamar ini terbentuklah Masjid A’la al Alamy lil masjid yang berpusat di Mekah al Mukaromah . Diantaranya program –programnya antara lain :
1.      Membina pandangan hidup muslim agar selalu berlandaskan pada kitab Allah dan Sunnah.
2.      Membasmi infitrasi pikiran dan system didup yang bertentangan dengan ajaran Islam.
3.      Memperjuangkan kemerdekaan para Da’I dari tekanan-tekanan apapun dan halanagn pelaksanaan misi dan fungsi masjid.
4.      Menjaga kehormatan masjid dari setiap tindakan yang merugikan demi kesucian dan mengembalikan masjid kepada fungsi aslinya.
5.      Membela hak dasar Islam dan mengatasi tindakan serta ketentuan yang mempersempit kemerdekaannya.[14]


BAB III
ASPEK-ASPEK PEMBAHARUAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM

A. Pembaharuan di Bidang Keagamaan (Theologi)
            Pada ranah ini, garakan pemikiran yang dilakukan adalah dengan merekonstruksi pemahaman umat Islam tentang ajaran Islam setelah mereka lama terkungkung oleh masa kejumudan dan taklid buta.
            Pada masa itu terdapat 2 sikap yang berseberangan dengan keberadaan pengaruh Barat pada dunia Islam. Sikap yang pertama adalah muncul dari golongan yang meruju’ ke pandangan ala wahabi, yaitu gerakan mensucikan Islam dari segala Khurafat dan Bid’ah yang dibarengi dengan berlebih-lebihan. Memaksakan kehendak dengan jalan kekerasan, yang pada akhirnya gerakan ini hanya menghasilkan sekelompok ulama yang bertaklid buta dan anti perubahan (fundamentalis/Islam kiri).
            Sikap kedua muncul dari kelompok yang cenderung mengikuti aliran materialisme Barat. Tak segan menegsikan peran wahyu dan intuisi sebagai sumber kebenaran selainnya. Penuhanan terhadap akal sangat kentara dalam pemberian interpretasi pada ayat-ayat tentang mukjizat kenabian sebelum Muhammad Saw. yang suprarasional, di luar kebiasaan (khariqul ‘adah ). Hal-hal yang terlihat berada diluar kebiasaan, dalam al-Quran, ditafsirkan dengan sesuatu yang harus rasional. Pemerkosaan terhadap “tafsir” akhirnya menghasilkan budaya materialisme.[15]
            Oleh para pembaharu, kondisi yang kontradiktif ini kemudian dijadikan acuan untuk mengembalikan fitrah manusia sebagai khalifah. Dengan sebuah rekonstruksi syari’ah yang lebih berdimensi humanis dan dinamis. Untuk menggapai tujuan tersebut diperlukan 2 syarat mutlak, yaitu ; pertama dengan memberi kebebasan pada akal untuk mengembangkan potensinya serta membuang jauh-jauh sikap taklid buta. Kedua, manakala akal sudah sampai pada keterbatasannya, maka dengan rasa tawadlu segalanya harus dikembalikan kepada Allah. Karena ada segudang hikmah yang terkandung dalam ayat-ayat Allah, yang terkadang tak tertangkap oleh akal manusia.
            Aspek ini kemudian dikembangkan oleh para pembaharu pemikiran Islam menjadi sebuah gerakan Theologis (keagamaan) di berbagai belahan dunia Islam, bersamaan dengan gerakan kebangsaan untuk kemerdekaan negara-negara Islam yang pada saat itu masih berada di dalam genggaman bangsa Eropa.[16] Sehingga pada saat itu gerakan pembebasan negara-negara Islam yang didengungkan menjadi sebuah trend yang akhirnya memaksa Barat yang menguasai negara-negara Islam untuk keluar meninggalkan jajahannya.

B. Pembaharuan di Bidang Poitik
            Gerakan anti kolonialisme pertama kali didengungkan oleh Jamaluddin Al Afghani dengan membentuk suatu ikatan plitik untuk mempersatukan seluruh umat Islam (Jam’iyyah Islamiyah atau pan Islamisme). Gerakan yang diusung oleh al Afghani ini pada awalnya adalah gerakan theologies yang bertujuan untuk menyatukan gerakan keagamaan umat Islam yang pada saat itu terbagi ke dalam 2 kelompok besar, Fundamentalis dan Sekuler. Ikatan yang didasarkan kepada solidaritas akidah Islam bertujuan untuk membina kesetiakawanan dan persatuan umat Islam dalam perjuangan, menentang tiap pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah serta menentang kolonialisme dan dominasi Barat.
            Reformasi politik yang hendak diajarkan adalah pelaksanaan ajaran Islam tentang musyawarah melalui dewan konstitusi dan badan perwakilan rakyat, pembatasan terhadap kekuasaan dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasii politik dan sekaligus membebaskan Dunia Islam dari Barat. Republik adalah sistem pemerintahan yang diusung oleh para pembaharu.[17]
C. Pembaharuan di Bidang Hukum dan HAM
            Sejalan dengan rekonstruksi pemikiran di bidang politk, maka bidang hukum dan HAM juga tak luput dari garapan para pembaharu. Kekuasaan yang selama ini didominasi oleh pejabat korup dan nepotisme mulai dibuka dan diperlihatkan fakta-faktanya kepada publik melalui media massa dan jurnal-jurnal yang beredar di kalangan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. Kesamaan hak yang selama ini menjadi barang barang langka mulai disuarakan . Sehingga tak heran banyak para pejabat yang tak suka dengan sepak terjang para pembaharu.
            Penyuaraan persamaan hak di antara manusia mulai gencar disuarakan. Bukan hanya terbatas pada ranah sosial kemasyarakatan, tetapi dalam hal pengalaman keagamaan pun persamaan hak sering kali digulirkan. Sebagai contoh adalah usulan untuk memperoleh pendidikan yang baik dan penghidupan yang layak, penghapusan poligami, pelepasan jilbab, dan hak waris yang selama ini dibedakan.[18]
            Dari pendidikan yang baik ini kemudian lahirlah generasi-generasi muda Islam yang berani, tangguh, dan mempunyai komitmen tinggi untuk mengusung semangat keislaman dalam setiap gerakan pembaharuan yang mereka lakukan. Dan inilah yang menjadi tujuan sebenarnya dari gerakan pembaharuan pemikiran Islam pada saat itu, yaitu menciptakan generasi Islam yang tangguh dan berwibawa untuk membangkitkan kembali dunia Islam yang masih terpuruk dan berada di dalam genggaman bangsa Eropa.


BAB IV
PENGARUH PEMBAHARUAN BAGI KEBANGKITAN DUNIA ISLAM

Di seputar periode ini ada 3 fenomena yang terjadi terkait dengan Islam dan gerakan pembaharuan yang menjadi dasar dari sejarah modern umat Islam, yaitu ; reformasi, identifikasi dan afimasi. Dengan terkumpulnya 3 hal tersebut akan memberikan aspek dinamis yang sebelumnya telah demkian meredup di dunia Islam.
            Upaya identifikasi lantas bergerak sebagai proses pencarian otentitas yang memberi dasar legitimasi untuk membedakan diri dari kaum kolonialis Barat, baik kapasitas maupun yang marxis. Sementara keniscayaan untuk melakukan reformasi yang pada mulanya serta secara tidak sadar cenderung meniru Barat kemudian bergeser sebagai tonggak pembaharuan Islam.
            Pada konteks ini reaksi Islam tehadap Barat tampak menggema sebagai tindakan yang berorientasi ganda : satu sisi menjadikan Barat sebagai model keunggulan di bidang sains dan teknologi ; di sisi lain sebagai subyek serangan dan perlawanan. Di sini, afirmasi (penangguhan) tentang keunggulan Islam sebagai basis ideologi merupakan prcampuran antara glorifikasi (ingatan akan kejayaan) di masa lalu dan kesadaran terhadap perlunya pembaharuan doktrin ajaran atau pemahaman keagamaan mereka. Dan fenomena responsif seperti ini adalah suatu kewajaran.[19]
            Secara umum gerakan pembaharuan Islam yang muncul dari berbagai aliran dan wilayah yang berbeda ini memiliki premis intelektual yang sama, yaitu pertama Islam tidak dapat disalahkan atas dekadensi nyata yang diderita oleh dunia Islam. Segala keburukan itu harus dinisbathkan kepada umat Islam yang belum dapat hidup identik sesuai dengan ajaran agamanya. Kedua, Islam adalah agama rasional yang senantiasa mengispirasi dan menuntut kemajuan umatnya.
                        Dari sinilah muncul seruan-seruan untuk melakukan gerakan pemurnian pemahaman dan implementasi ajaran agama untuk kembali kepada sumber orientas agama asli dengan memakai pemikiran kritis dan merdeka.
                        Gerakan pembaharuan Islam pada mulanya memang tampil sebagai kombinasi antar “konservatisitas” dan “progresivitas”, yakni perkawinan antara upaya mendobrak dominasi pemikiran madzhabi abad pertengahan melalui kembali kepada sumber otentik Islam: al-Quran dan al-Hadits, dengan ikhtiar berupa ijtihad baru yang senantiasa kreatif memanfaatkan kemajuan pengetahuan modern yang telah digapai oleh barat.
Kemudian, gerakan ini mengemuka ke dalam 2 aliran utama: “reformis” dan “modernis”. Kalangan  reformis melihat esensitas ketertarikan gerakan dengan nilai-nilai Islam guna menentang pengaruh kebudayaan materialis asing. Anjuran kembali kepada ortodoksi ini tentu tidak menghalanginya untuk meninggalkan formulasi-formulasi klasik tertentu tentang ajaran Islam. Bagi mereka tiap kebangkitan adalah harus dimulai dengan reformasi keagamaan. Kalangan modernis yang melihat pentingnya referensi agama bagi gerakan Islam cenderung terbuka menerima prinsip-prisip sekuler, khususnya dalam pemikiran politik mereka . Kombinasi 2 hal inilah yang dipercaya mampu melempangkan jalan bagi kebangkitan kembali dunia islam ke panggung sejarah dan peradaban.[20]
Pengaruh yang sangat nyata nampak pada gerakan pembebasan dari cengkraman penjajah (Barat), yang dimulai oleh Iraq untuk menentang dan mengusir Inggris dari tanah mereka pada tahun 1920. Yang selanjutnya disusul oleh Suriah, Libanon, Jordan dan seterusnya.[21]


BAB V
KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan
            Demikianlah, pertelingkahan gerakan pembaharuan pemikiran yang dipelopori oleh beberapa tokoh Islam di beberapa wilayah yang pada gilirannya menginspirasi gerakan sejenis di belahan dunia Islam lainnya. Dalam beragam corak dan orientasinya gerakan pembaharuan Islam senantiasa menyuarakan ide dinamisasi, emansipasi, dan otentifikasi. Sebab Islam dipandang sebagai ajaran yang mendorong umatnya untuk bersifat optimis, rasional, dan dinamis. Islam juga terbukti menjadi landasan atau setidaknya referensi ideologis yang kuat bagi amplifikasi (penguatan) perlawanan menentang penjajahan dan dominasi eksternal (Barat) maupun represi dan absolutisme internal (penguasa diktaktor).
Lebih dari pada itu semua, Islam dengan beragam kadar tingkatannya juga selalu menarik untuk dijadikan simbol identitas yang memberi dasar argumentasi orisinalitas (otentisitas) perjuangan umat Islam. Beberapa rumusan konseptualisasi seperti; pentingnya purifikasi (pemurnian) pemahaman Islam dari takhayul dan sejenisnya; perlu dibukanya kembali pintu ijtihad; seruan untuk kembali kepada sumber asli ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah; serta ajakan kemerdekaan berfikir diamping keyakinan bahwa Islam bersifat kompatibel (mampu berkesesuaian) dengan perkembangan intelektual pada zamannya; kesemuanya itu kiranya kiranya kiranya dapat dipahami sebagai bagian dari upaya dan cita-cita besar umat ini untuk dapat menyaksikan kembalinya peradaban dan kebudayaan dunia yang bersandar kepada tatanan moralitas yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan kearifan universal.
Kebangkitan Dunia Islam dari keterpurukannya – selama kurang lebih 8 abad - telah membuktikan bahwa Islam mampu bertahan dari segala serangan ideologi yang hendak menghancurkannya, yang kemudian ideologi tersebut berkembang tidak hanya menyerang ranah theologi, tetapi juga menyerang dunia Islam dari ranah-ranah lain, terutama politik dan ekonomi. Akan tetapi kesadaran bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin, telah membuat umatnya untuk selalu maju dan berkembang dengan kekuatan yang dimilikinya. Wallahu a’lam.

B. Penutup
            Inilah makalah tentang Pembaharuan Pemikiran Islam yang dapat kami susun dan kami sampaikan. Jelas sekali masih terlihat banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam pemaparan maupun penyampaian analisanya yang kurang tajam. Oleh sebab itu kritik yang membangun sangat kami harapkan terutama dari dosen pembimbing, untuk perbaikan makalah ini serta perbaikan pemikiran kami di masa datang, Wallahu A’lam.


DAFTAR PUSTAKA

Ali Anshori, Journal Of Islam, edisi VI, tahun II. Jakarta, 20 Juni 2007.
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1993.
Faisal Ismail, Pijar-pijar Islam, LESFI, Jogjakarta, 2004.
Imam Munawwir,  Kebangkitan Islam. Bina Ilmu, Surabaya, 1984.
Journal Of Islam, Biography of Jamaluddin al Afghany, edisi I, tahun II, 2007.
Journal Suara Mesjid, Edisi VII, tahun 12 Rabi’ul Awwal 1412 H.
KamaruzzamanBustaman, Islam Historis, Galang Press, Jogjakarta, 2002.
L. Stoddard, Dunia Baru Islam, PANITIA, Jakarta, 1966.
Malik Bin Nabi, Membangun Dunia Baru Islam, Mizan Bandung, 1981.
Muhammad Ghallab, Inilah Hakikat Islam, Bulan Bintang, Jkarta, 1965.
Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam , UII Press, Jogjakarta, 2005.
Murtadho Mutthahari, Gerakan Islam Abad XX, sejarah Pemikiran dan Pergerakan, Bulan Bintang, Jakarta, 1986.
M. Arkoun dan Louis Gardet, Islam Kemarin dan Hari Esok, Pustaka, Bandung, 1997.
Philip K. Hitty, History of The Arabics (terjemahan), Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2005.
Saefuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam, PT. Al Ma’arif, Bandung, 1981.



[1] Philip K. Hitty, History of the Arabs, Jakarta; Serambi Ilmu Semesta, 2002. P. 948
[2] Ibid…………………………………p. 949
[3] Potensi menggerakkan kekuatan tersebut telah menyita banyak energi, sebab pada saat itu pula umat Islam belum bisa bangkit dari keterpurukan mereka akibat gerakan Renaissance Barat. Munthoha, Pemikiran dan Peradaban Islam. Jogjakarta; UII Press, 2002. P. 83-84
[4] Ibid. P. 93
[5] Philip K. Hitty, History of……………………p. 954
[6] Muhammad Ghallab, Inilah Hakikat Islam, Jakarta; Bulan Bintang, 1965. P. 31
[7] Imam Munawir, Kebangkitan Islam, Surabaya, Bina Ilmu, 1984. P. 322
[8]  Philip K. Hitty, History of the Arabica. Jakarta, Serambi Ilmu Semesta, 2005. P.65
[9]  Imam Munawwir, Kebangkitan…………………. P. 322
[10]  Sikap semacam ini merupakan pancaran dari sikap demokrasi yang terkandung dalam motto “al mukhafadzatu bil qodimis shalih, wal akhdzu bil jadidil ashlah”. Melestarikan budaya yang dianggap masih relevan serta mengganti budaya-budaya yang sudah dianggap tidak relevan dengan budaya baru.
[11]  Philip K. Hitty, History…………………..p. 967
[12]  Malik bin Nabi, Membangun Dunia Baru Islam, Bandung: Mizan, 1994. P. 177
[13] Imam Munawwir, Kebangkitan……………………….p.327
[14] Journal Suara Masjid. Edisi VII, tahun II, 12 Rabi’ul Awwal 1412 H. P. 34
[15] Ali Anshari, Journal of Islam, Edisi VI, tauhn II, Jakarta, 20 Juni 2007. P.23
[16] Philip K. Hitty, History of ……………………… p. 254
[17] Journal of Islam, Biography of Jamal al Afghany, edisi I, tahun II, 17 Januari 2007.
[18] Malik bin Nabi, Membangun………………………p. 209.
[19] Ali Anshary, Journal ………………………p.25
[20] Imam Munawwir, Kebangkitan ………………………………..p. 328
[21] Philip K. Hitty, Histori of…………………….p. 964

Tidak ada komentar: